Translate

Rabu, 17 April 2013

Memori-Memori Terlarang, ADA JURANG DI ANTARA KITA: PERISTIWA 1965, KEHANCURAN HUBUNGAN KEKERABATAN, DAN PERAN PASTORAL GEREJA DI KUPANG TIMUR


Bab 5: Kupang Timur




Belakang Pasar Oesao:

Tempat Pembantaian dan Penguburan Massal



Tempat pembantaian dan pembunuhan massal terakhir terdapat di Oesao, tepatnya di Tempat Pemakaman Umum di belakang pasar. Peristiwa ini terjadi pada 16 Februari 1966 dengan jumlah korban 18 laki-laki. Pada awalnya lubang ini digali untuk 11 orang Gerwani yang akan dibunuh. Tetapi dalam proses pemeriksaan tidak ditemukan cap sabit pada tubuh mereka dan juga mereka belum resmi dilantik sebagai Badan Penggurus Gerwani, Cabang Kupang Timur. Oleh karena itu mereka dibebaskan. Lubang ini kemudian digunakan untuk pembunuhan 18 orang yang dicurigai merupakan anggota PKI yang kebanyakan berasal dari luar daerah Oesao. Dan ini merupakan pembunuhan terakhir di Kupang Timur.



Pernyataan Salah Satu Anggota Tim Kupang Timur

ADA JURANG DI ANTARA KITA:

PERISTIWA 1965, KEHANCURAN HUBUNGAN KEKERABATAN, DAN PERAN PASTORAL GEREJA DI KUPANG TIMUR



Welys Hawuhaba-TaEdini, Elfrantin de Haan,

dan Fransina Rissi



Peristiwa 1965 sangat berdampak bagi kehidupan masyarakat dan terus berlanjut sampai sekarang. Dalam penelitian ini kami bertemu dengan beberapa narasumber yang merupakan saksi, korban, bahkan pelaku kekerasan dalam Peristiwa 1965. Mereka bercerita kepada kami mengenai bagaimana peristiwa itu terjadi dan keterlibatan mereka dalam peristiwa tersebut. Namun tidak semua narasumber yang kami datangi bersedia memberikan informasi. Beberapa dari mereka yang diharapkan menjadi narasumber utama memilih untuk tidak berbicara atau bahkan menghindar untuk bertemu kami. Hal ini bisa saja menandakan bahwa mereka masih trauma, takut, atau mungkin enggan untuk membuka cerita-cerita lama yang menyakitkan. Namun kami tidak tahu dengan pasti alasannya.



Tema yang dominan dari penelitian ini adalah penghancuran hubungan kekerabatan dan lemahnya peran pastoral gereja, dalam arti gereja lemah mempedulikan -mendengarkan dan menanggapi pergumulan-pergumulan anggota jemaatnya. Laporan ini terfokus pada tema tersebut karena dalam wilayah penelitian (beberapa tempat di Kecamatan Kupang Timur) aspek komunal dalam relasi atau hubungan kekeluargaan merupakan hal yang sangat penting. Kebahagiaan satu orang dalam satu rumpun keluarga atau komunitas lokal akan menjadi kebahagiaan bersama; demikian juga dengan kesulitan. Contohnya, ketika salah satu keluarga hendak menikahkan anaknya, maka hal pembiayaannya menjadi tanggung jawab keluarga besar. Relasi ini disebut pola hidup yang bersifat komunal. Pola hidup seperti ini tidak hanya sekedar sebuah gaya hidup, melainkan suatu sistem yang mendukung rasa aman setiap individu dalamnya. Nilai positifnya adalah ketika seseorang yang merupakan bagian dari komunitas tertentu mendapat masalah, maka dia pasti dilindungi oleh komunitas tersebut, dan setiap individu dituntut untuk bertanggung jawab terhadap komunitasnya. Tetapi, orang tersebut dapat saja dikucilkan atau bahkan dicap sebagai pengkhianat atau tidak didukung oleh komunitasnya ketika komunitas yakin bahwa ia memilih jalan yang tidak sama dengan kebanyakan yang lain. Karena itu resikonya adalah ia akan dikucilkan oleh komunitasnya sendiri sehingga hubungan kekerabatan menjadi hancur.



Profil Kecamatan Kupang Timur



Kecamatan Kupang Timur adalah bagian dari Kabupaten Kupang, dengan pusat pemerintahan di Babau. Batas-batas wilayah sebagai berikut:

·         sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Fatuleu

·         sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Kupang Tengah

·         sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Amarasi Timur

·         sebelah selatan berbatasan dengan Teluk Kupang.



Sebelum sistem pemerintahan kecamatan dan kabupaten diberlakukan, wilayah yang terletak ke arah timur dari Kupang terdiri dari tiga kefetoran, yaitu: Kefetoran Oninama, Kefetoran Amabi, dan Kefetoran Amabi Oefeto. Pada tahun 1959 terjadi peralihan dari kefetoran menjadi kecamatan. Kefetoran Oninama menjadi Kecamatan Kupang Timur, dan Kefetoran Amabi dan Kefetoran Amabi Oefeto bergabung menjadi Kecamatan Amabi. Pada tahun 2008 Kecamatan Amabi dibagi menjadi Kecamatan Amabi dan Kecamatan Amabi Oefeto.[1]



Mayoritas penduduk Kupang Timur terdiri dari suku Timor dan Rote. Orang Rote yang tinggal di Kupang Timur adalah pendatang sejak awal abad ke-20.[2] Hampir semua penduduk bermata pencaharian sebagai petani, baik yang menggarap lahan milik sendiri maupun lahan orang lain.[3] Sebagian besar daerah di Kupang Timur terdiri dari daerah persawahan sebagaimana dapat terlihat dari hamparan sawah di sepanjang jalan raya dari Tarus (Kecamatan Kupang Tengah) ke Oesao (Kecamatan Kupang Timur) ke Camplong (Kecamatan Fatuleu) yang semuanya dianggap wilayah Kupang timur. Daerah ini dikenal sebagai penghasil beras terbaik untuk daratan Timor. Wilayah persawahan terbesar di daerah Kupang Timur adalah Desa Oesao, jika dibandingkan dengan Desa Tarus maupun Camplong yang juga merupakan daerah persawahan.[4] Sejak tahun 2003, sebagian Kecamatan Kupang Timur (dan juga sebagian Kecamatan Kupang Tengah) telah ditentukan sebagai “Kawasan Agropolitan Oesao”, yaitu:



 suatu pendekatan pembangunan melalui gerakan masyarakat dalam membangun ekonomi berbasis pertanian (agribisnis) secara terpadu dan berkelanjutan pada kawasan terpilih melalui pengembangan infrastruktur perdesaan [sic] yang mampu melayani, mendorong, dan memacu pembangunan pertanian di wilayah sekitarnya.[5]

Selain bergantung dari mata pencaharian sebagai petani, para perempuan di wilayah Kupang Timur juga berjualan kue, yaitu kue cucur, kue perut ayam, dan kue serabi. Mereka menjualnya dengan cara berkeliling dari sawah ke sawah pada saat para petani bekerja di sawah. Sekarang mereka tidak lagi berkeliling melainkan mendirikan pondok atau kios kecil di pinggir jalan raya untuk menjajakan kuenya.



Selain kesibukan hidup sehari-hari, para penduduk Oesao juga mengambil bagian dalam bidang politik. Partai-partai yang ada di wilayah ini sebelum pemilu pertama pada tahun 1955 adalah PKI, PNI, dan Parkindo. Setiap partai bersaing secara ketat dengan berupaya mengumpulkan pengikut masing-masing. Salah satu cara untuk menarik minat simpatisan atau masyarakat adalah dengan membentuk berbagai wadah yang programnya menjawab kebutuhan masyarakat, misalnya PKI dengan BTI (Barisan Tani Indonesia) dan Parkindo dengan Pertakin (Perserikatan Tani Kristen).[6]



Pada tahun 1955 pemilu pertama diadakan di Indonesia dan secara nasional dimenangkan oleh PNI, tetapi di beberapa wilayah dalam propinsi NTT, termasuk Kupang Timur, dimenangkan oleh Parkindo.[7] Sesudah pemilu, setiap partai tetap bergerak aktif untuk mengumpulkan dan mempertahankan pengikutnya.



Peristiwa 1965 di Kecamatan Kupang Timur



Pada tahun 1964–1965, wilayah Kupang Timur dilanda musim kering yang panjang. Karena itu sawah yang digarap tidak memberikan hasil yang baik sehingga masyarakat menjadi semakin miskin dan mengalami kelaparan yang hebat. Akibatnya masyarakat hanya dapat mengkonsumsi putak sebagai makanan utama sebelum mendapat bantuan beras bulgur dari pemerintah.[8] Pada saat yang sama, gejolak politik semakin memanas dengan persaingan antara partai-partai politik. Dalam keadaan seperti itu, tibalah berita mengenai pembunuhan jenderal di Jakarta dan G30S. Mulai sekitar Desember 1965, mereka yang anggota PKI, BTI, dan Gerwani, atau dicurigai demikian, ditangkap, diinterogasi, dan dibunuh.


Click link below  to continue reading:
Read more click here 
 


[1] Pak Gaspar, wawancara, 27 Januari 2011, Tanah Putih
[2] Sejak masa penjajahan, pada tahun 1900, disepakati perjanjian antara seorang pahlawan Rote dan penjajah Belanda. Pahlawan Rote diminta untuk membantu Belanda menduduki beberapa daerah jajahan dan jika berhasil, maka orang-orang Rote akan diberi imbalan berupa tanah untuk ditinggali. Salah satunya adalah wilayah pesisir atau bagian pinggiran kota di Kecamatan Kupang Timur, sedangkan para penduduk asli/suku Timor dipindahkan ke daerah pegunungan. Pak Charles, wawancara, 7 Feb. 2011, Olio.
[3] Pak Charles, wawancara.
[4] Menurut Badan Pusat Statistik NTT (Potensi Desa, 2011), luas lahan tiga wilayah tersebut sbb:
   - Luas Lahan Tarus: sawah 115 ha (semua sawah irigasi), non-sawah 25 ha.
   - Luas Lahan Kelurahan Oesao: sawah 545 ha (315 irigasi 230, non-irigasi), non-sawah 516 ha.
   - Luas Lahan Kelurahan Camplong: sawah 21 ha (seluruhnya non-irigasi), non-sawah 529 ha.
[5] “Pengertian Kawasan Agropolitan,” Kementerian Pertanian RI, Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian; dalam http:// bppsdmp.deptan.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=366: pengertian-kawasan-agropolitan&catid=88:pengertian-agropolitan&Itemid=250,, diunduh 3 Maret 2012. Kawasan tersebut ditetapkan berdasarkan rekomendasi Gubernur NTT Nomor: Bap 045.1.2/ PP.IV.82/2003. Lihat Maximus Sikone, “Tingkat Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan Sarana dan Prasarana Wilayah di Kawasan Angropolitan Oesao Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur” (tesis M.Si., Salatiga: Program Studi Magister Studi Pembangunan, Program Pascasarjana Universitas Kristen Satya Wacana, 2006).
[6] Pak Sam, wawancara, 8 Nopember 2010, Oesao.
[7] Ibid.
[8] Putak adalah bagian dalam dari batang pohon gewang yang biasanya dipakai sebagai pakan ternak tetapi juga bisa dimakan manusia. Pak Jack, wawancara, 4 Nopember 2010, Oesao.